Cara Menghitung Kebutuhan Beton untuk Pondasi Rumah 2 Lantai

Pernah kepikiran bangun rumah 2 lantai, tapi bingung berapa banyak beton yang dibutuhkan untuk pondasinya? 🏠 Nah, ini pertanyaan klasik yang sering bikin calon pemilik rumah garuk-garuk kepala. Soalnya, pondasi itu bukan sekadar batu dan semen yang ditanam di tanah, tapi penopang utama seluruh bangunan. Kalau salah hitung, bisa berabe—rumah jadi miring, retak, bahkan roboh.

Di artikel ini, kita bakal kupas tuntas cara menghitung kebutuhan beton untuk pondasi rumah 2 lantai dengan bahasa santai, tapi tetap detail. Jadi buat kamu yang lagi berencana bangun rumah, catat baik-baik ya!


Kenapa Perhitungan Beton Pondasi Itu Penting?

Sebelum masuk ke rumus dan hitung-hitungan, kita bahas dulu alasannya. Pondasi ibarat kaki buat bangunan. Kalau kakinya kuat, tubuh bisa berdiri tegak. Tapi kalau rapuh? Ya, gampang goyah.

Nah, untuk rumah 2 lantai, beban yang ditanggung pondasi jelas lebih besar dibanding rumah 1 lantai. Makanya, beton yang dipakai harus cukup dan sesuai standar. Kalau terlalu sedikit, struktur bisa rawan. Kalau kebanyakan? Ya rugi di biaya, karena material mahal terbuang percuma. Jadi, hitungan pas itu kuncinya.


Jenis Pondasi yang Umum Dipakai Rumah 2 Lantai

Sebelum ngitung, kita perlu tahu dulu pondasi apa yang dipakai. Secara umum, ada beberapa tipe pondasi untuk rumah tinggal:

  1. Pondasi batu kali
    Biasanya dipakai untuk rumah 1–2 lantai sederhana. Murah, kuat, tapi perlu kombinasi dengan sloof beton biar stabil.

    Pondasi batu kali ini bisa dibilang salah satu pondasi yang paling populer di Indonesia, terutama buat rumah-rumah sederhana atau rumah tumbuh. Materialnya gampang didapat, harga relatif terjangkau, dan pengerjaannya juga tidak serumit pondasi jenis lain. Batu kali yang dipadukan dengan adukan semen dan pasir membentuk struktur yang cukup kokoh untuk menopang bangunan.

    Namun, meski kelihatannya kuat, pondasi batu kali tetap punya keterbatasan. Untuk rumah 2 lantai misalnya, pondasi ini biasanya tetap memerlukan tambahan sloof beton agar lebih stabil. Sloof ini berfungsi sebagai pengikat antarpondasi supaya bangunan tidak mudah retak atau bergeser. Jadi, kalau cuma mengandalkan batu kali tanpa sloof, risikonya cukup besar.

    Selain itu, pondasi batu kali juga kurang cocok untuk tanah yang terlalu lembek atau rawa. Karena sifatnya hanya menahan beban di permukaan, pondasi ini bisa mudah turun atau tidak rata kalau tanah di bawahnya tidak padat. Jadi, sebelum memutuskan pakai pondasi batu kali, pastikan kondisi tanah benar-benar mendukung.

  2. Pondasi footplat (tapak beton)
    Cocok buat rumah 2 lantai karena bisa menahan beban lebih berat. Bentuknya mirip pelat persegi dari beton bertulang.

    Footplat atau tapak beton adalah pilihan ideal untuk rumah 2 lantai. Bentuknya berupa pelat persegi yang dicor dengan beton bertulang, biasanya diletakkan di bawah kolom utama bangunan. Dengan bentuk seperti ini, beban rumah bisa didistribusikan dengan lebih merata ke tanah, sehingga kekuatannya jauh lebih baik dibanding pondasi batu kali.

    Keunggulan lain dari pondasi footplat adalah bisa menahan beban lebih berat dan stabil dalam jangka panjang. Itulah kenapa banyak kontraktor merekomendasikan pondasi ini untuk rumah bertingkat. Apalagi, footplat bisa dibuat sesuai ukuran dan kebutuhan bangunan. Semakin besar rumahnya, semakin besar pula ukuran footplat yang dipasang.

    Tapi tentu saja, biaya pembuatan pondasi footplat lebih tinggi dibanding pondasi batu kali. Selain butuh lebih banyak beton, juga memerlukan tulangan besi yang cukup banyak. Namun, kalau dilihat dari sisi keamanan dan ketahanan, biaya tambahan ini sepadan banget. Rumah 2 lantai akan lebih aman, kokoh, dan minim masalah di masa depan.

  3. Pondasi tiang pancang mini (bored pile)
    Umumnya dipakai kalau tanahnya labil atau rumah cukup besar.

    Pondasi tiang pancang mini biasanya dipakai kalau kondisi tanah di lokasi bangunan kurang stabil, misalnya tanah lunak atau bekas rawa. Prinsip kerjanya adalah menyalurkan beban bangunan ke lapisan tanah yang lebih keras di kedalaman tertentu. Jadi, meskipun di permukaan tanahnya lembek, bangunan tetap bisa berdiri kokoh.

    Untuk rumah 2 lantai, pondasi bored pile mungkin terlihat terlalu “berat”. Tapi kalau memang tanahnya bermasalah, pilihan ini bisa jadi solusi terbaik. Dengan tiang pancang, risiko bangunan miring, retak, atau turun tanah bisa diminimalisir. Biasanya, kontraktor akan melakukan pengeboran terlebih dahulu, lalu menuangkan beton bertulang ke dalam lubang tersebut.

    Namun, pondasi tiang pancang mini jelas butuh biaya yang lebih tinggi. Proses pengerjaannya juga memerlukan alat khusus, bukan sekadar tenaga tukang biasa. Jadi, pondasi ini lebih cocok untuk proyek rumah besar atau di lokasi dengan kondisi tanah yang benar-benar butuh perlakuan ekstra. Meski mahal, hasilnya sebanding: rumah jadi lebih aman dan tahan lama.

Untuk contoh perhitungan kali ini, kita pakai pondasi footplat + sloof beton bertulang, karena ini paling umum untuk rumah 2 lantai di perkotaan.


Komponen Beton yang Harus Dihitung

Kalau ngomongin beton pondasi, bukan cuma sekadar cor semen. Ada beberapa bagian yang perlu kita hitung volumenya:

  • Footplat: pelat beton di bawah kolom, berbentuk persegi.

    Footplat berfungsi untuk menyebarkan beban kolom ke tanah agar tidak terjadi penurunan yang tidak merata. Karena bentuknya lebar, tekanan yang diterima tanah jadi lebih kecil dan stabil. Biasanya ukuran footplat menyesuaikan besar beban dan kondisi tanah, semakin berat bangunan atau semakin lunak tanahnya, maka ukuran footplat akan diperbesar.

    Selain itu, footplat selalu dipadukan dengan tulangan besi agar strukturnya tidak mudah retak. Proses pengecorannya pun harus benar-benar diperhatikan, mulai dari adukan beton sampai pemadatan saat pengecoran. Kalau kualitas footplat bagus, maka kolom yang berdiri di atasnya juga akan lebih kuat menahan beban rumah 2 lantai.

  • Kolom: tiang beton yang naik dari pondasi ke atas.

    Kolom adalah bagian struktur yang sangat penting, karena fungsinya sebagai “tulang” utama bangunan. Semua beban dari atap, lantai, bahkan dinding akan diteruskan ke pondasi melalui kolom ini. Itulah kenapa ukuran, jumlah, dan posisi kolom harus direncanakan dengan cermat sejak awal pembangunan.

    Dalam praktiknya, kolom selalu diperkuat dengan besi beton ulir agar mampu menahan gaya tekan dan tarik. Untuk rumah 2 lantai, kolom biasanya dibuat dengan ukuran minimal 20 × 20 cm, dengan tulangan pokok serta sengkang yang dipasang rapat. Jika kolom dibuat sesuai standar, bangunan akan lebih tahan gempa dan tidak gampang retak.

  • Sloof: balok beton di atas pondasi batu kali atau footplat, mengikat seluruh bangunan.

    Sloof sering disebut juga sebagai balok pengikat, karena memang tugas utamanya mengikat pondasi dengan kolom dan dinding. Dengan adanya sloof, beban dari dinding bisa disalurkan ke pondasi dengan lebih merata. Selain itu, sloof juga mencegah dinding bata dari kemungkinan retak akibat pergerakan tanah.

    Dalam konstruksi rumah 2 lantai, sloof sangat penting untuk menjaga kestabilan struktur bawah. Ukurannya bervariasi, tapi umumnya sekitar 15 × 20 cm dengan tulangan besi di dalamnya. Tanpa sloof, pondasi dan kolom bisa bekerja sendiri-sendiri sehingga risiko kerusakan bangunan jadi lebih tinggi.

Jadi, kebutuhan beton pondasi rumah 2 lantai biasanya meliputi footplat + sloof + kolom struktur.


Rumus Dasar Menghitung Volume Beton

Tenang, rumusnya sederhana kok. Dasarnya:

Volume beton = Panjang × Lebar × Tinggi

Atau untuk bentuk tertentu bisa disesuaikan (misalnya trapezium, silinder, dll).

Nanti, setelah ketemu volume, tinggal dikalikan kebutuhan material per m³.


Studi Kasus: Rumah 2 Lantai dengan Ukuran 6 m × 12 m

Biar gampang, mari kita pakai contoh nyata. Misalnya kamu mau bangun rumah ukuran 6 × 12 meter, dengan 2 lantai. Kita hitung kebutuhan beton pondasinya.

1. Hitung Footplat

Misalnya, ada 10 titik kolom dengan ukuran footplat rata-rata 1 × 1 × 0,3 m.

Volume 1 footplat = 1 × 1 × 0,3 = 0,3 m³
Total footplat = 0,3 × 10 = 3 m³

2. Hitung Sloof

Sloof biasanya dipasang mengelilingi bangunan. Jadi panjangnya = keliling rumah.

Keliling rumah = (6 + 12) × 2 = 36 m
Ukuran sloof = 0,2 × 0,3 m
Volume sloof = 36 × 0,2 × 0,3 = 2,16 m³

3. Hitung Kolom

Jumlah kolom = 10 titik. Tinggi tiap kolom = 3 m (lantai dasar). Ukuran kolom = 0,2 × 0,2 m.

Volume 1 kolom = 0,2 × 0,2 × 3 = 0,12 m³
Total kolom = 0,12 × 10 = 1,2 m³

4. Total Volume Beton

Footplat = 3 m³
Sloof = 2,16 m³
Kolom = 1,2 m³
Total = 6,36 m³

Jadi, kebutuhan beton untuk pondasi rumah 2 lantai ukuran 6 × 12 m adalah sekitar 6,4 m³.


Kebutuhan Material per m³ Beton (Mutu K-225)

Sekarang kita masuk ke material. Biasanya untuk pondasi rumah 2 lantai dipakai mutu beton K-225. Komposisi campurannya kira-kira:

  • Semen: 325 kg (± 7–8 sak ukuran 40 kg)

  • Pasir: 0,5 m³

  • Kerikil: 0,7 m³

  • Air: 180 liter


Hitung Total Material

Kalau volume beton 6,4 m³, maka kebutuhannya:

  • Semen = 325 × 6,4 = 2080 kg (± 52 sak semen 40 kg)

  • Pasir = 0,5 × 6,4 = 3,2 m³

  • Kerikil = 0,7 × 6,4 = 4,5 m³

  • Air = 180 × 6,4 = 1152 liter

Nah, dari hitungan ini kamu bisa mulai estimasi belanja material.


Faktor Lapangan: Kenapa Harus Tambah 5–10%?

Di dunia nyata, sering ada losses (material terbuang, tercecer, atau salah aduk). Jadi, volume dan material yang kita hitung tadi biasanya ditambah sekitar 5–10%.

Jadi total volume beton aman = 6,4 m³ × 1,1 ≈ 7 m³.

Dengan begitu, kamu nggak akan kekurangan bahan pas pengerjaan.


Bikin Sendiri atau Pakai Ready Mix?

Nah, pertanyaan berikutnya: bikin beton sendiri (site mix) atau pesan ready mix?

  • Site mix: cocok kalau proyek kecil, tenaga kerja banyak, dan akses ke lokasi susah dilalui truk mixer.

    Kelebihan site mix adalah fleksibilitasnya. Campuran beton bisa disesuaikan langsung di lapangan, baik dari segi komposisi maupun jumlahnya. Misalnya, kalau ada perubahan desain mendadak, tukang bisa langsung menyesuaikan tanpa harus menunggu suplai beton dari luar. Ini membuat site mix lebih praktis untuk proyek kecil yang butuh penyesuaian cepat.

    Selain itu, biaya awal site mix biasanya lebih rendah karena tidak ada ongkos tambahan untuk pengiriman ready mix. Pekerja hanya perlu menyiapkan material dasar seperti semen, pasir, kerikil, dan air. Prosesnya memang lebih lama, tapi cocok untuk pembangunan bertahap atau rumah sederhana yang tidak dikerjakan sekaligus.

    Namun, kualitas beton site mix sangat bergantung pada keterampilan tukang di lapangan. Kalau tukang kurang paham takaran, campuran bisa terlalu encer atau terlalu kental. Akibatnya, mutu beton jadi tidak konsisten. Makanya, site mix lebih baik dilakukan oleh tukang berpengalaman yang terbiasa mengaduk beton dengan komposisi standar.

    Satu hal lagi yang perlu dipertimbangkan adalah tenaga dan waktu. Karena semua proses dilakukan manual, pengerjaan bisa lebih lama dan melelahkan. Untuk proyek yang membutuhkan beton dalam jumlah besar, site mix jelas akan membuat pekerjaan jadi berat. Tapi untuk pondasi rumah kecil atau renovasi, metode ini masih sangat relevan.

  • Ready mix: lebih praktis, kualitas lebih terjamin, tapi butuh akses jalan cukup lebar buat mobil molen.

    Ready mix hadir sebagai solusi modern dalam dunia konstruksi. Beton sudah dicampur sesuai standar mutu di batching plant, lalu dikirim ke lokasi menggunakan truk molen. Dengan cara ini, kualitas beton lebih terjaga karena takarannya presisi dan proses pencampuran dilakukan oleh mesin. Cocok untuk proyek yang membutuhkan beton dalam jumlah besar dengan mutu konsisten.

    Keunggulan utama ready mix adalah kecepatan. Begitu truk datang, beton bisa langsung dituang ke cetakan pondasi atau struktur lainnya. Pekerjaan jadi lebih efisien dan tidak membuang banyak waktu. Ini penting banget untuk proyek rumah 2 lantai yang biasanya punya jadwal ketat dan membutuhkan hasil yang rapi.

    Tapi, penggunaan ready mix punya tantangan tersendiri, terutama soal akses jalan. Truk molen membutuhkan jalan yang cukup lebar dan kuat. Kalau lokasi rumah berada di gang sempit atau akses sulit, truk bisa kesulitan masuk. Dalam kondisi seperti ini, perlu tambahan biaya untuk menyewa alat bantu seperti pompa beton agar campuran bisa dialirkan ke lokasi cor.

    Selain itu, biaya ready mix memang relatif lebih tinggi dibanding site mix. Namun, kalau dihitung dari sisi kualitas, efisiensi waktu, dan tenaga kerja yang lebih ringan, selisih harga ini biasanya sebanding. Banyak kontraktor lebih memilih ready mix karena hasil akhirnya lebih rapi, kuat, dan minim risiko gagal cor.

Untuk rumah 2 lantai ukuran sedang, pesan ready mix bisa jadi pilihan bijak. Tinggal tentukan mutu K-225, pesan 7 m³, dan tinggal cor.


Tips Penting Saat Mengecor Pondasi Rumah 2 Lantai

  1. Pastikan tanah padat: Jangan cor di atas tanah gembur, harus dipadatkan dulu.

    Tanah yang gembur tidak mampu menahan beban pondasi dengan baik, sehingga bisa menyebabkan penurunan diferensial atau bangunan miring. Itulah kenapa proses pemadatan tanah sangat penting sebelum pengecoran. Biasanya dilakukan dengan cara ditumbuk menggunakan stamper, dipadatkan dengan alat berat, atau minimal dipukul-pukul manual sampai benar-benar keras.

    Selain itu, pemadatan tanah juga membantu mengurangi rongga udara yang bisa memicu retakan pada beton. Kalau tanah sudah padat, pondasi akan lebih stabil dan beban rumah bisa terdistribusi dengan merata. Jadi, jangan buru-buru cor sebelum memastikan tanah benar-benar siap.

  2. Gunakan bekisting yang kuat: Supaya bentuk beton rapi dan tidak tumpah.

    Bekisting berfungsi sebagai cetakan sementara untuk menahan adukan beton hingga mengeras. Kalau bekisting tidak kuat atau bocor, beton bisa meluber ke mana-mana dan hasilnya jadi berantakan. Akibatnya, volume beton berkurang, bentuk struktur tidak sesuai, bahkan kekuatan bangunan bisa berkurang.

    Untuk rumah 2 lantai, bekisting biasanya dibuat dari papan kayu atau multipleks yang disangga dengan rangka. Pastikan sambungan rapat, tidak ada celah, dan cukup kokoh menahan tekanan beton basah. Kalau bekisting bagus, hasil cor akan rapi, presisi, dan minim pekerjaan perbaikan setelah beton mengeras.

  3. Tambahkan tulangan baja (besi beton): Jangan cuma beton polos. Gunakan besi ulir sesuai standar SNI.

    Beton memang kuat menahan gaya tekan, tapi lemah terhadap gaya tarik. Karena itu, beton selalu dipadukan dengan tulangan baja agar struktur lebih kokoh. Besi beton, terutama jenis ulir, memiliki cengkeraman lebih baik dibanding besi polos, sehingga lebih aman untuk pondasi rumah 2 lantai.

    Tulangan baja juga harus dipasang sesuai standar, baik ukuran, jumlah, maupun jarak antarbesi. Jangan asal pakai besi seadanya, karena bisa berpengaruh besar pada kekuatan struktur. Dengan tulangan yang tepat, pondasi akan lebih tahan lama, tidak mudah retak, dan sanggup menahan beban berat dari lantai atas.

  4. Curing beton: Setelah cor, siram air rutin minimal 7 hari biar beton nggak cepat retak.

    Banyak orang mengira setelah beton dicor, pekerjaan selesai begitu saja. Padahal, proses perawatan beton (curing) sangat krusial untuk memastikan hasil cor benar-benar kuat. Beton yang dibiarkan kering begitu saja bisa cepat retak karena kehilangan kelembapan sebelum proses pengerasan sempurna.

    Cara paling sederhana adalah menyiram beton dengan air secara rutin, minimal 7 hari berturut-turut. Bisa juga ditutup karung basah atau plastik agar kelembapan terjaga lebih lama. Dengan curing yang baik, kekuatan beton akan maksimal sesuai standar mutu yang diinginkan.

  5. Hitungan matang = hemat biaya: Ingat, lebih baik tambahin margin 10% daripada kerja terhenti gara-gara bahan habis di tengah jalan.

    Menghitung kebutuhan beton bukan hanya soal volume, tapi juga strategi mengantisipasi kondisi lapangan. Penambahan margin sekitar 10% sangat membantu agar pekerjaan tidak terhenti karena kekurangan material. Kalau sampai beton habis di tengah pengecoran, hasil sambungan biasanya jelek dan tidak sekuat coran yang dikerjakan sekali jadi.

    Dengan perencanaan matang, kamu bisa menghemat biaya jangka panjang. Memang terlihat lebih mahal di awal karena harus beli bahan lebih banyak, tapi itu jauh lebih baik dibanding harus memperbaiki struktur yang gagal. Jadi, selalu utamakan hitungan yang detail dan realistis, bukan hanya sekadar teori di atas kertas.


Estimasi Biaya (Simulasi)

Oke, sekarang kita bikin simulasi kasar biaya. Misalnya harga material saat ini:

  • Semen: Rp75.000/sak

  • Pasir: Rp300.000/m³

  • Kerikil: Rp250.000/m³

  • Ready mix K-225: Rp950.000/m³

Kalau bikin sendiri (site mix):

  • Semen: 52 × Rp75.000 = Rp3.900.000

  • Pasir: 3,2 × Rp300.000 = Rp960.000

  • Kerikil: 4,5 × Rp250.000 = Rp1.125.000

  • Total ± Rp5.985.000

Kalau pakai ready mix 7 m³:

  • 7 × Rp950.000 = Rp6.650.000

Bedanya nggak jauh, tinggal pertimbangan tenaga kerja dan kepraktisan.


Kesalahan Umum dalam Menghitung Beton Pondasi

Banyak orang sering salah di sini. Beberapa blunder yang sering terjadi:

  • Lupa menghitung kolom: Padahal kolom itu bagian penting dari struktur.

    Kolom sering dianggap sepele karena posisinya tegak lurus dan ukurannya tidak sebesar sloof atau footplat. Padahal, kolom justru jadi penyalur utama beban bangunan ke pondasi. Kalau kolom tidak masuk hitungan volume beton, jumlah material yang disiapkan pasti kurang. Akibatnya, pengerjaan bisa tertunda hanya karena campuran beton habis di tengah jalan.

    Selain masalah material, kolom yang tidak terhitung juga bikin estimasi biaya jadi melenceng jauh. Bayangkan, rumah 2 lantai biasanya punya banyak kolom yang masing-masing butuh besi tulangan dan beton cukup banyak. Kalau kelupaan menghitung, biaya tambahan bisa membengkak, dan jadwal pembangunan pun ikut terganggu.

  • Salah satuan: cm dikira m, akibatnya volume meleset jauh.

    Kesalahan konversi satuan adalah hal klasik yang sering terjadi di lapangan. Misalnya, ukuran sloof 20 cm × 30 cm langsung dimasukkan sebagai 20 × 30 dalam perhitungan, padahal seharusnya ditulis 0,2 × 0,3. Sekilas memang terlihat kecil, tapi dampaknya bisa fatal karena hasil volume jadi puluhan kali lipat lebih besar atau lebih kecil dari seharusnya.

    Akibatnya, material yang disiapkan jadi tidak sesuai. Bisa terlalu sedikit hingga mengganggu pengerjaan, atau justru terlalu banyak sampai membuat anggaran membengkak. Kesalahan ini sebenarnya gampang dihindari kalau selalu disiplin mengubah satuan ke meter sebelum menghitung volume. Jadi, hati-hati saat mencatat ukuran ya!

  • Nggak pakai margin 10%: Hasilnya, cor berhenti di tengah jalan karena bahan habis.

    Di dunia konstruksi, selalu ada material yang terbuang, tercecer, atau tidak bisa dipakai. Itu sebabnya para tukang berpengalaman selalu menambahkan margin 5–10% dari hasil perhitungan kebutuhan beton. Kalau tidak, besar kemungkinan bahan habis sebelum pekerjaan selesai. Dan kalau sudah begitu, hasil cor bisa jadi tidak maksimal karena ada bagian yang harus ditambal.

    Tambahan margin ini bukan sekadar buang-buang uang, tapi justru investasi kecil untuk memastikan pekerjaan berjalan mulus. Daripada harus berhenti di tengah pengerjaan, beli tambahan bahan, lalu cor ulang yang hasilnya kurang bagus, lebih baik menyiapkan cadangan dari awal. Dengan begitu, kualitas beton tetap terjaga dan waktu kerja juga lebih efisien.

  • Pondasi terlalu dangkal: Ini bukan soal beton saja, tapi juga kedalaman pondasi.

    Kesalahan lain yang sering terjadi adalah membuat pondasi terlalu dangkal. Banyak orang berpikir cukup dengan beton berkualitas bagus, bangunan pasti kokoh. Padahal, kedalaman pondasi punya peran besar dalam stabilitas struktur. Kalau pondasi terlalu dangkal, beban bangunan tidak tersalurkan dengan baik ke tanah keras di bawahnya.

    Hasilnya, bangunan bisa mengalami penurunan tidak merata, retak pada dinding, bahkan berisiko roboh dalam jangka panjang. Standar kedalaman pondasi untuk rumah 2 lantai biasanya minimal 1 meter, tergantung kondisi tanah. Jadi, selain hitungan beton, kedalaman galian pondasi juga harus dipastikan sesuai agar bangunan berdiri dengan aman.

Jadi, hati-hati saat hitung ya!


Kunci Rumah 2 Lantai yang Kokoh

Menghitung kebutuhan beton untuk pondasi rumah 2 lantai memang terlihat ribet di awal. Tapi kalau kamu pahami langkah-langkahnya, sebenarnya simpel:

  1. Tentukan jenis pondasi.

  2. Hitung volume footplat, sloof, dan kolom.

  3. Kalikan dengan kebutuhan material per m³.

  4. Tambahkan margin 5–10%.

  5. Pilih metode pengerjaan (site mix atau ready mix).

Dengan perhitungan matang, kamu bisa hemat biaya, waktu, dan pastinya rumah berdiri kokoh hingga puluhan tahun. Jangan lupa, kualitas besi beton dan material juga nggak kalah penting. Jadi, jangan hanya cari murah, tapi pilih yang sesuai standar.

Rumah 2 lantai impianmu bukan lagi mimpi, asal mulai dari pondasi yang benar. 💪 

daftar harga besi beton dan wiremesh Share ke Twitter . fb-jayasteel-distributor-besi-beton-dan-wiremesh Share ke Facebook . pin-jayasteel-distributor-besi-beton-dan-wiremesh Share ke Pinterest .


0 comments

    - PT JAYA STEEL GROUP - Melayani Kebutuhan Anda: Besi Beton Bermutu (dari Pabrik berstandar SNI) untuk Anda yang peduli kualitas | Wiremesh Standar dari pabrik yang berkualitas

    ©2008- Didukung oleh : Afandi, Omasae, Suwur, Jagadtrans, Blogger, Global Water, Artikel - Kembali ke Atas -

    Kirim Pesan via WA wa-jayasteel-distributor-besi-beton-dan-wiremesh
    (klik untuk langsung menghubungi via Whatsapp)